JAKARTA – Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin menyebut Syekh Nawawi Al-Bantani, adalah sosok transmitter atau penyambung maksud dan pemahaman para ulama, agar tidak terjadi kesalahpahaman. Syekh Nawawi merupakan salah satu ulama ternama tanah air.
“Transmitter itu penyambung, dari ulama-ulama terdahulu kepada ulama berikutnya. Beliau (berperan) sebagai penyambung sehingga tidak terjadi kesalahpahaman atau juga bisa memahami secara salah apa yang diucapkan oleh para ulama terdahulu itu, melalui syarah-syarah Beliau,” kata Ma’ruf pada acara Haul ke-131 Syekh Nawawi Al-Bantani yang berlangsung di Pondok Pesantren An-Nawawi Tanara, Serang, Banten, Jumat (03/05/2024) malam.
Dia menganalogikan seorang transmitter, yakni transmisi yang menjadi penyambung arus listrik sebelum akhirnya sampai pada gardu listrik. Tanpa keberadaan transmisi, arus listrik yang tidak teratur dapat menyebabkan kebakaran di gardu listrik. Analogi tersebut selaras dengan peran Syekh Nawawi sebagai penyambung pemahaman para ulama.
“Ilmu-ilmu besar para ulama kalau tidak ditransmisi, itu nanti bisa salah paham. Karena itu banyak orang tidak memahami apa yang disampaikan oleh para ulama terdahulu sehingga kadang-kadang menghujat ulama terdahulu karena tidak paham,” katanya.
Salah satu bentuk upaya menyambung pemahaman para ulama yang dilakukan oleh Syekh Nawawi, kata Wapres, adalah menerangkan isyarat penyerahan diri dalam Ilmu Tasawuf. Penyerahan yang dimaksud bukanlah penyerahan secara lahir, melainkan penyerahan diri secara bathin.
“Syekh Nawawi mengatakan, yang dimaksud bukan penyerahan secara lahir, sehingga tidak berbuat apa-apa. Yang dimaksud okeh para tasawuf itu penyerahan secara bathinnya, sehingga tidak menimbulkan dia menjadi orang yang tidak mengerjakan apa-apa, kemudian menyerah saja,” kata Wapres
“Secara lahir dia ikhtiar, tapi secara bathin dia pasrah kepada Allah SWT,” sambungnya.
Wapres juga menyebutkan peran trasmitter Syekh Nawawi lainnya, yakni mengenai ayat al-Quran yang menghimbau orang-orang untuk bersiap-siap menghadapi perang. Syekh Nawawi menafsirkan perang sebagai bahaya, sehingga apa pun yang dinilai sebagai bahaya perlu diwaspadai, seperti halnya ancaman kesehatan dari wabah Covid-19 beberapa tahun yang lalu.
“Ayat ini juga menunjukkan wajibnya kita bersiap diri, berantisipasi terhadap setiap bahaya yang diduga akan datang,” katanya.
Berdasarkan pemikiran tersebut, Wapres menegaskan, berobat, menghindari dari wabah penyakit, seperti dengan mengikuti vaksinasi, serta menghindari tembok yang miring adalah sebuah kewajiban.
Wapres menyebutkan upaya Syekh Nawawi dalam menyambung pemahaman para ulama lainnya adalah terkait tafsir Ibnu Athaillah mengenai ketidakseimbangan manusia dalam mencari rezeki dan beribadah.
“Jadi orang yang dia bersungguh-sungguh dalam soal mencari rezeki, hal yang dijamin oleh Allah, tapi dia lalai terhadap apa yang dituntut oleh Allah, itu menunjukkan bahwa mata hatinya sudah buta,” katanya.
Adapun mencari rezeki, berdasarkan pemahaman Syekh Nawawi, kata Wapres, jika dilakukan dengan tetap menjaga hak-hak Allah, tidak mengabaikannya, dan menjalankan kewajibannya, maka tindakan tersebut bukanlah ciri bahwa mata hati seseorang telah mati, melainkan menjadi jihad besar dari seorang hamba.
Selain itu, Syekh Nawawi juga dikenal sebagai sosok ulama yang kaya akan ilmu pengetahuan dan mampu menuangkan pemahamannya ke dalam berbagai karya. Hal inilah yang menjadikannya tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara, terutama di negara-negara Timur Tengah.
Selain itu, banyak dari karyanya yang sampai saat ini masih dijadikan sebagai sumber rujukan, bahan penelitian, dan lain sebagainya.
“Dan karangannya ada yang dijadikan bahan-bahan tesis. Artinya itu untuk mendapatkan gelar sarjana S2, salah seorang anak kita membuat tesis S2 di Kanada mengomentari tentang pemahaman Tasawuf Syekh Nawawi,” sambungnya.