Dhananjaya Gesit Widiharto, Sekolah Pedalangan dan Karawitan untuk Bocah

Berawal dari protes yang dilakukan anak sulungnya, Dhananjaya Gesit Widiharto (41), warga Kelurahan Pedurungan Kidul, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, Jawa Tengah, termotivasi untuk mendirikan sekolah pedalangan dan karawitan khusus anak-anak. Sekolah itu diharapkan bisa menjadi wadah untuk belajar sekaligus melestarikan budaya Jawa bagi anak-anak di Kota Semarang.

Sayup-sayup suara gamelan yang memanjakan telinga terdengar dari sebuah rumah di Kelurahan Kedungmundu, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Minggu (10/3/2024) petang. Di rumah itu, puluhan bocah sedang duduk bersila sambil memukul dan menabuh alat-alat gamelan yang ada di hadapannya. Mereka memainkan tembang ”Gambang Suling” yang diciptakan dalang legendaris asal Jateng, Ki Narto Sabdo.

Di antara bocah-bocah tersebut, ada Cahyaning Wahyu Gesit Ardhana (13), anak pertama Dhananjaya atau yang akrab disapa Yaya. Sekitar tiga tahun lalu, Cahyaning Wahyu marah kepada Yaya karena tidak diantar berangkat les ke sebuah sanggar seni di kawasan Semarang Utara. Kala itu, Yaya betul-betul sedang tidak bisa meninggalkan pekerjaannya.

Perasaan bersalah terus menghantui Yaya setelah itu. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Sekretariat Daerah Jateng itu merasa sedih karena merasa tak bisa memberikan dukungan secara maksimal kepada Cahyaning Wahyu yang sejak berumur 2 tahun telah menyenangi dunia wayang kulit tersebut.

”Saya kemudian berpikir, kenapa saya tidak bikin sanggar sendiri untuk anak saya belajar. Tempat, saya punya, fasilitasnya juga ada. Akhirnya saya memberanikan diri mendirikan Sanggar Sindhu Laras Bocah ini,” kata Yaya, Minggu.

Sejak kecil, Yaya tumbuh di lingkungan seni. Ayahnya merupakan pendiri Teater Lingkar, salah satu kelompok teater tertua di Kota Semarang. Sejak 1990 hingga saat ini, kelompok teater itu disebut Yaya rutin menyelenggarakan pergelaran wayang kulit sekali dalam sebulan, yakni setiap Jumat Kliwon. Kondisi itu membuat Yaya tidak asing dengan dunia wayang kulit.

Kedekatan Yaya pada dunia wayang kulit juga membuat Yaya dekat dengan sejumlah dalang di Jateng. Kepada para dalang tersebut, Yaya berkonsultasi terkait rencananya mendirikan sanggar pedalangan.

”Saat itu, saya diberi masukan oleh para dalang sepuh untuk memasukkan materi karawitan. Ilmu tentang karawitan penting dikuasai karena semua dalang itu harus tahu suara gending, suasana gamelan. Setelah itu, saya memutuskan untuk memberikan materi terkait pedalangan sekaligus karawitan di sanggar tersebut,” ujar ayah dari tiga anak tersebut.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *